Jumat, 12 Maret 2010

Kisah Syeikh Abdul Qodir al-Jailany dan dua orang sahabatnya….

Pada waktu Syeikh Abdul Qadir masih dalam usia muda, yaitu pada masa beliau menuntut ilmu, beliau memiliki dua teman dekatnya untuk belajar bersama, berdiskusi dan berbagi pengetahuan, kedua temannya itu adalah Ibnu Saqo’ dan Ibnu Abi Ushrun, Syeikh Abdul Qadir sengaja memilih mereka berdua sebagai teman belajarnya, karena kedua-duanya termasuk pemuda yang cerdas dan pintar , dengan maksud bisa membantunya dalam memuthola’ah pelajaran dan menyelesaikan permasalahan pelajaran sulit yang beliau dapatkan…
Suatu ketika beliau dan kedua temannya berkumpul dan mengadakan musyawaroh untuk menziarahi seorang alim sekaligus seorang waliyullah yang di beri julukan “al-Gouts” (derajat tertinggi kewalian) yang terkenal dengan keshalehan dan ibadahnya, dan orangpun banyak berdatangan dari berbagai daerah untuk menziarahinya… mendengar hal itu Syeikh Abdul Qadir sangat berkeinginan dan menyarankan kedua temannya untuk berziarah kepadanya… akhirnya setelah mereka sepakat untuk pergi berziaroh, Ibnu Saqo’ berkata bahwa “aku akan pergi kesana dengan maksud untuk menanyakan satu masalah yang rumit kepadanya, dan dengan pertanyaan itu akan membingungkannya untuk menjawab pertanyaanku….”, dan satu temannya yang lain yaitu Ibnu Abi Ushrunpun berkata : “dan aku akan pergi kesana dengan maksud akan bertanya sesuatu yang dia tidak akan bisa menjawabnya….”, setelah keduanya mengutarakan maksud ziarohnya, mereka (kedua temannya) menanyakan apa maksud  Syeikh Abdul Qadir pergi mendatanginya…. dengan tenang Syeikh Abdul Qadir menjawab : “dan aku aku pergi kesana hanya sekedar berziaroh (bersilaturrahim) dengannya, dan berharap mudah-mudahan dengan ziaroh ini akan memberikan suatu keberkahan dan kebaikan lahir-bathinnya… dan tidak ada sedikitpun maksud untuk menayakan satu masalahpun….”, kemudian setelah itu mereka bertiga langsung pergi bersama sambil membawa niat dan tujuannya masing-masing…
Dan setelah sampai di rumah al-gouts itu, satu di antara mereka mengetuk pintu rumahnya…. Dan waliyullah (al-gouts) itupun membukakan pintu untuk mereka bertiga, dan mempersilahkan mereka untuk masuk dan menyuruhnya untuk menunggu….
Terasa lama mereka bertiga menunggu akhirnya waliyullah itupun keluar dari kamarnya dan hendak menghampiri  tamunya yang baru datang menziarahinya… namun anehnya  ketika orang shaleh itu menemui mereka, diapun kelihatan sangat marah sambil mengarahkan pandangan dan menunjuk Ibnu Saqo’ seraya berkata : “adapun kamu wahai Ibnu Saqo’… kamu kesini datang menemuiku hanya bermaksud untuk mengujiku dengan permasalahan sulit, maka inilah jawabannya dan masalah ini di sebutkan dalam kitab ini  dan terdapat pada haalaman sekian…. “, dan tidak hanya itu al-gouts itu juga menambahkan penjelasan untuknya…  dan waliyullah itupun langsung membentak Ibnu Saqo’ dan menyuruhnya dia keluar seraya berkata “sesungguhnya aku melihat api kekafiran yang membara di setiap tulang rusukmu …”, setelah itu waliyullah itu langsung mengarah dan mengatakan kepada Ibnu Abi Ushrun “dan adapun kamu wahai Ibnu Abi Ushrun, kamu hanya datang kesini menemuiku dengan maksud untuk menanyakan masalah ilmiyyah dan ingin mendengarkan jawaban juga akan membandingkan  pendapatku…. Maka inilah jawabannya sekian, di sebutkan pada kitab sekian pada halaman sekian….”, Setelah itu waliyullah itupun menyuruhnya keluar sambil berkata : “sesungguhnya aku melihat kemewahan dunia dan terus menggerogotimu….”.
Setelah itu waliyullah itu langsung mengarah dan memandang Syeikh Abdul Qadir dengan penuh tenang terlihat senyuman sambil berkata : “adapun engkau wahai anakku Abdul Qadir, engkau hanya berniat mengharap keberkahan bertemu denganku, dan apa yang engkau niatkan Insya Allah akan engkau dapatkan…. Dan kehadiranmu seolah-olah aku merasakan bahwa kamu nantinya akan menjadi orang yang bermaqom/berkedudukan tinggi dan nantinya akan mengatakan “telapak kakiku ini berada di atas leher/pundak para wali…. dan setelah itu beliaupun di izinkan untuk keluar….
Kemudian dengan selang waktu yang tidak lama dari peristiwa itu, pada suatu hari Ibnu saqo’ di panggil untuk mengahadap kepada seorang raja pada masa itu, dan di suruh pergi menuju penguasa kaum nashrony untuk mengadakan debat dengan para cendikiwan kaum nashrony, karena pada saat itu penguasa atau pemimpin nashrony meminta kepada pemimpin kaum muslimin untuk mengutus salah seorang yang paling cerdas untuk mengadakan perdebatan di daerah kekuasaanya… maka di tunjukklah Ibnu saqo untuk mewakili kerajaan, karena dia di kenal sebagai cendikiwan cerdas yang berwawasan tinggi pada masanya…. dan setelah sampai di daerah kekuasaan kaum nashrony Ibnu saqo melihat seorang perempuan nashrony yang sangat cantik dan diapun tergila-gila pada perempuan itu… akhirnya Ibnu saqo mulai kehilangan kendali dari ajaran islam diapun dengan kecintaanya nekat dan pergi menemui orang tua perempuan itu dan ingin melamar dan mengawininya, setelah datang dan di sambut oleh keluarga perempuan itu, ibnu saqo mengutarakan maksud kedatangannya yaitu untuk melamar dan mengawini putrinya, dan setelah mendengar kemauan Ibnu saqo, dengan singkat orang tua perempuan itu menerima lamarannya namun dengan syarat Ibnu saqo harus memeluk agama nashrony, dan seketika itu nafsu dan kecintaannya membuat Ibnu saqo tenggelam dalam kekufuran dan akhirnya setuju dan bersiap untuk memeluk agama nashrony, diapun tidak lama kemudian sudah keluar dari islam dan memilih kawin bersama perempuan pujaan hatinya…. Na’udzubillah min dzaalik……
Selanjutnya dalam waktu yang sama teman syeikh Abdul Qadir yang satunya lagi yaitu Ibnu Abi Ushrun, di panggil oleh pihak kerajaan dan di percayakan untuk menangani masalah waqaf dan pajak milik kerajaan, dan dari sebab itu, lama kelamaan terlena dengan kekayaan dan diapun terkalahkan oleh kenikmatan dan kemewahan dunia…. kemudian setelah dia memiliki jabatan dan kekayaan, diapun sempat sadar dengan keadaanya yang begitu berubah dari sebelumnya…Ibnu Abi Ushrun masih ingat dan berfikir  bahwa hal ini adalah bagian dari jawaban dan do’a dari al-gouts/waliyullah itu…..
Adapun Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dengan berkat niat dan maksud baiknya di tambah dengan do’a dari waliyullah itu beliaupun semakin berubah, beliau sibuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWt, berbudi tinggi, berakhlaq mulia, sampai pada derajat kewaliyan yang tinggi pula… dan beliaupun dalam hayatnya sempat berkata bahwa “telapak kakiku ini berada di atas leher/pundak para wali….”, yang kurang lebih maksudnya adalah bahwa derajat beliau jauh melebihi derajat wali-wali yang lainnya….

Maha suci Allah yang telah memilih dari hamba-Nya yang benar-benar ikhlas menuju jalan-Nya….

(Di nukil dari kitab Tuhfatul Asyrof bi jaami’ kalam al-Habib Muhammad bin Hadi Assaggaf Rohimahullah ).

Makkah al-Mukarromah :                                                                        
Senin : 20 Rabi’ul Awwal 1431 H / 07 Maret 2010 M.