Sabtu, 11 September 2010

Zakat Fitrah Hukum dan hikmahnya...

Istilah zakat dalam islam tidak asing bagi kita kaum muslimin, bahkan dalam al-Qur’an Allah SWT sering kali menyebut kata zakat ini dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, dalam hal ini para ulama tafsir telah lama mengkaji banyaknya pengulangan kata zakat, dan ternyata dari hasil pengkajiannya, kata zakat dalam bentuk mu’arrofah (memiliki alif lam ta’rif)  dalam al-Qur’an terulang sebanyak 30 kali, yaitu 27 kali terulang bersamaan dengan kata shalat pada satu ayat, dan yang lainnya terulang tidak bersamaan dengan kata shalat dalam satu ayat, akan tetapi masih dalam satu pembahasan… dan kata zakat dalam bentuk munakkaroh (tanpa alif lam ta’rif) terulang dalam 2 ayat dalam al-Qur’an yaitu QS. Alkahf : 81 dan QS. Maryam : 13 .

§ Dari banyaknya pengulangan kata zakat dan shalat dalam al-Qur’an, hal ini sebagaimana yang di katakan oleh para mufassirin bahwa ayat-ayat ini memberikan isyarat bahwa kedudukan zakat dan shalat sangatlah penting dalam islam baik dari segi hukum wajibnya maupun pengaruhnya baiknya terhadap orang yang mengerjakannya, kedaua hal ini seakan-akan tidak boleh di tinggalkan atau di pisahkan satu sama yang lainnya….
Dan zakat di sini mencakup dua hal yaitu zakat mal (harta) dan zakat badan atau zakat fitrah, namun dalam bulletin ini akan di bahas tentang hukum dan hal-hal lain yang berkaitan dengan zakat fitrah terutama dalam mazhab imam Assyafi’i rohimahullahu ta’ala.
1)  Definisi zakat fitrah
Zakat menurut bahasa adalah ”attathir wannama” yakni pensucian dan penambahan kebaikan dan barokah.
Dan zakat menurut syara’ sebagaimana yang di definisikan oleh para ulama sbb :
إِخرَاجُ مَالٍ مَخْصُوْصٍ علَى وَجْهٍ مَخصُوْصٍ بِنِيَّة ٍمَخْصُوْصَةٍ وَيُصْرَفُ لِطَائفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ
“Mengeluarkan harta tertentu dalam bentuk (syarat) tertentu, dengan niat tertentu dan di bagikan kepada pihak terentu pula”.
Dan kaitannya dengan penamaan zakat ini dengan ”zakat fitri” sebagaimana yang di katakan oleh para ulama adalah karena zakat fitrah ini di wajibkan setelah selesainya manusia berpuasa di bulan ramadhan. atau sebagaimana di katakan juga bahwa zakat ini di wajibkan atas dasar fitrah (bersihnya) manusia di sebabkan oleh ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan ramadhan
Juga di sebut dengan "zakat fitrah" yang berarti al-khilqoh (asal kejadian, penciptaan) atau sering juga di sebut dengan "zakat al-badan" karena dengan zakat ini merupakan pembersih diri (jiwa, badan) manusia dari dosa dan kesalahan, sebagaimana yg di jelaskan dalam satu hadits sbb :
عن ابن عباس رضى اللهِ عنهما قال : ( فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَدَقةَ الفِطْرِ طُهْرةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللغْوِ وَالرَّفثِ وطُعْمَةً لِلمَسَاكِينَ ) الحديث    ]رواه أبو داود وابن ماجه  [
Dari Ibnu Abbas RA berkata :Bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah yaitu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan keji, dan sebagai bekal makan bagi orang miskin…..” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah.)
o  Zakat fitrah ini mulai di wajibkan pada tahun ke-2 hijrah bertepatan dengan tahun di wajibkannya puasa ramadhan yaitu dua hari sebelum shalat idul fitri sebagaimana yang di jelaskan oleh Imam Ibnu hajar al-Asqolany rahimahullah ta’ala.
2)  Dalil wajib zakat fitrah
Menurut Jumhur ulama bahwa zakat firah ini hukumnya wajib kepada setiap orang muslim baik laki-laki maupun perempuan, hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar RA sbb:
 عن ابن عمر رضى اللله عنه قال :  ( فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْه ِوَسَلَّم زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِن شَعِيْرٍ علَىَ العَبْدِ وَالحُرِّ وَالذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَالكَبِيْرِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ .     ]رواه الشيخان [
“Dari Ibnu Umar RA berkata : bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah yaitu sebanyak satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari gandum kepada setiap orang yang merdeka atau masih budak , baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kalangan kaum muslimin” .    [HR.Bukhari dan Muslim] 
3)  Kepada siapa di wajibkan...?
Dari hadits di atas menunjukkan bahwa zakat fitrah wajib bagi setiap orang muslim tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, merdeka atau masih dalam status hamba sahaya (budak), akan tetapi di syaratkan mampu untuk mengeluarkan zakat fitrah yaitu memiliki makanan pokok untuk malam dan hari idul fitri dan melebihi dari nafkahnya sendiri dan nafkah orang yang wajib dia nafkahi seperti istri, anak dan pembantunya.
üZakat fitrah ini juga wajib bagi setiap orang yang memiliki kewajiban untuk menafkahi orang lain seperti suami untuk istri dan anaknya yang belum baligh, jadi di samping wajib menafkahinya wajib juga untuk di keluarkan zakatnya.
Namun jika seorang suami tidak mampu untuk mengeluarkan zakat istrinya maka tiadak ada kewajiban atasnya (suami), dan tidak ada kewajiban pula atas istri untuk dirinya sendiri,  akan tetapi jika sang istri memiliki harta dan mampu untuk mengeluarkan zakatnya sendiri maka boleh dia (istri) untuk mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri bahkan hal itu di sunnahkan.
ü Tidak di syaratkan ada izin dari orang yang wajib untuk di nafkahi untuk di keluarkan zakatnya, seperti suami mengeluarkan zakat untuk istri dan untuk anaknya yang belum baligh, akan tetapi jika seseorang mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib  atasnya menafkahinya, seperti bapak untuk anaknya yang sudah baligh (dewasa), maka hal itu tidak sah dan tidak cukup untuk menggugurkan kewajiban berzakat, kecuali dengan izin dari anak yang baligh tsb.
4)  Jenis makanan yang di keluarkan
Jenis makanan yang di keluarkan untuk zakat fitrah adalah jenis makanan pokok tempat dia tinggal seperti beras, jagung, gandum dll.
ü Dan dalam hal ini menurut pendapat yang mu’tamad (di pegang) dalam mazhab syafi’i adalah dengan melihat jenis makanan pokok yang berlaku pada tahun atau musim di wajibkan zakat itu sendiri, bukan melihat pada waktu wajibnya di keluarkan .
ØPerlu di perhatikan :
Dalam masalah mengeluarkan zakat untuk seseorang, entah itu karena ada kewajiban atasnya atau karena sebab di wakilkan kepadanya, maka jenis makanan pokok yang harus dikeluarkan sebagaimana dalam pendapat yang mu’tamad (di pegang)adalah  harus sesuai dengan jenis  makanan pokok daerah orang yang di keluarkan zakatnya (al-mu’adda anhu) bukan jenis makanan pokok orang yang mengeluarkan zakat (al-mu’addy) untuk orang tersebut, masalah ini terjadi jika antara al-mu’adda anhu berjauhan dari daerah al-mu’addy.  (Umdatul mufty walmustafty jilid 1, hal:269)
Oleh karena itu bagi orang yang memiliki kewajiban mengeluarkan zakat untuk orang yang dia nafkahi misalnya, sedangkan dia jauh terpisah dari keluarga dan daerah tempat tinggalnya seperti seorang suami yang pergi merantau jauh ke luar daerah seperti ke Malaysia dll, padahal dia berkewajiban untuk mengeluarkan zakat bagi  istri dan anaknya, maka yang perlu di perhatikan ketika akan mengeluarkan zakat untuk istri dan anaknya adalah sang suami harus mengeluarkan zakat dangan jenis makan pokok di mana sang istri atau anaknya berada, bukan melihat jenis makan pokok di mana dia (suami) tinggal, karena bisa saja  suatu daerah berbeda jenis makanan pokoknya, dan zakat itu harus di berikan kepada faqir miskin di daerah di mana istri dan anaknya berada, sedangkan zakat untuk dirinya sendiri (suami) tetap melihat jenis makanan pokok daerah di mana dia tinggal.
· Melihat masalah ini maka solusi yang bisa di lakukan adalah dengan cara sang suami mengirimkan uang untuk istri dan anaknya, kemudian sang istri membeli beras (jenis makanan pokok daerah di mana dia tinggal) dengan uang tersebut, kemudian memberikan zakatnya kepada faqir miskin di mana dia (istri) berada.
· Di antara masalah yangi sifatnya kurang tepat bahkan sering terjadi di masyarakat  adalah bahwa sang suami biasanya mewakilkan kepada sang istri untuk mengeluarkan zakatnya di mana sang istri berada, padahal sang suami seharusnya mengeluarkan zakatnya sendiri sesuai dengan jenis makanan pokok daerah tempat dia berada dan harus di bagikan kepada fakir miskin di daerah itu juga, dan inilah pendapat yang mu’tamad sekalipun di sana ada pendapat yang goiru mu’tamad / dha’if  (lemah) yang  di fatwakan, namun di sini sebaiknya seseorang  lebih mengutamakan pendapat yang mu’tamad yaitu pendapat yang kuat dan di pegang oleh para ulama, dari pada berpegang pada  pendapat  yang  goiru mu’tamad / dha’if (lemah) tersebut.
5)  Ukuran zakat fitrah
Dalam hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Umar di atas, di sana di jelaskan oleh Rasulullah SAW tentang ukuran zakat fitrah ini, yaitu 1 sho’ atau 4 mud nabawy atau dengan ukuran yang sekarang ±2,75 kg, dan jika lebih dari ukuran wajib ini, hal itu lebih baik (mustahsanah) dengan alasan ihtiyath (antisipasi).
6)  Waktu mengeluarkan zakat fitrah
Para ulama telah membagi beberapa waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah ini sbb:
1. Waktu wajib
Yaitu seseorang di wajibkan mengeluarkan zakat fitrah apabila dia menemui (berada) pada sebagian waktu di bulan ramadhan dan sebagian waktu di bulan syawwal, seperti bayi yang lahir setelah waktu ashar sebelum tenggelam matahari pada hari terakhir bulan ramadhan dan masih hidup sampai menjelang waktu magrib (malam awal) di bulan syawwal, dan di syaratkan pula harus memenuhi syarat wajib mengeluarkan zakat pada waktu itu, maka :
üJika seorang bayi yang lahir setelah waktu ashar pada bulan ramadhan akan tetapi meninggal sebelum tenggelamnya matahari (sebelum maghrib tiba) maka tidak ada kewajiban bagi orang tuanya untuk mengeluarkan zakat fitrahnya, begitu juga halnya jika bayi tersebut lahir setelah waktu maghrib .
üBegitu juga halnya dengan muallaf (orang yang baru masuk islam), jika dia masuk islam sebelum maghrib pada hari terakhir bulan ramadhan maka dia wajib mengeluarkan zakat fitrah, akan tetapi jika masuk islam setelah maghrib (malam pertama) bulan syawwal, maka tidak ada kewajiban atasnya mengeluarkan zakat fitrah.
üBegitu juga di kiaskan kepada kewajiban berzakat seorang suami terhadap zakat istrinya, jika akad nikahnya di lakukan sebelum  maghrib,  maka sang suami mulai berkewajiban terhadap zakat istrinya akan tetapi jika  di lakukan stelah maghrib, maka sang suami tidak  ada kewajiban atas zakat istrinya..
2.Waktu fadhilah (yang afdhal)
Waktu yang paling afdhal adalah mengeluarkan zakat fitrah pada hari ’idul fitri (1 syawwal)  setelah terbitnya matahari yaitu sesudah shalat subuh dan sebelum melaksanakan shalat idul fitri.
3.  Waktu jawaz (boleh)
Yaitu boleh mengeluarkan zakat fitrah mulai dari permulaan bulan ramadhan.
4.  Waktu yang di makruhkan
Yaitu menundanya setelah shalat idul fitri samapi terbenamnya matahari pada hari idul fitri, kecuali jika untuk kemaslahatan seperti masih menunggu faqir miskin dari kalangan kerabat atau orang faqir miskin yang soleh.
5. Waktu yang di haramkan
Yaitu menundanya sampai matahari telah terbenam pada hari idul fitri, kecuali jika ada halangan seperti tidak mendapatkan  faqir miskin atau orang yang berhak lainnya, dan dalam hal ini hukum zakatnya adalah qodo’ akan tetapi tidak berdosa.
7)  Beberapa masalah penting dalam zakat fitrah
Di antara masalah-masalah yang perlu di perhatikan dalam mengeluarkan zakat fitrah adalah sbb :
üMasalah niat dalam berzakat
Niat dalam berzakat sangat di tuntut bahkan dalam mazhab syafi’i berniat hukumnya wajib, dengan niat ini di maksudkan untuk membedakan antara mana zakat dan mana sodaqoh sunnah .
Lafadznya seperti mengatakan :
“ Inilah zakat fitrahku ”
üMengeluarkan zakat dengan menggunakan uang (qimatuzzakat)
Menurut jumhur ulama (selain mazhab Abu Hanifah) bahwa mengeluarkan zakat fitrah dengan uang hal itu tidak sah sekalipun hal itu lebih bermanfaat dan di butuhkan oleh faqir miskin. (Fathul ‘allam jilid 1 hal : 302) .
üZakat pembantu
Seorang pembantu yang di berikan upah atau imbalan (gaji) oleh majikannya, maka tidak ada kewajiban atas majikan untuk mengeluarkan zakat fitrahnya, akan tetapi jika tidak ada upah atau imbalan (gaji)maka sang majikan berkewajiban terhadap zakat pembantunya. (Busyrol karim hal : 513)
üMando’akan orang yang berzakat
Di sunnahkan bagi penerima zakat untuk mendo’akan orang yang mengeluarkan zakat,  do’a ini tidak di tentuakan lafadznya selama mengandung kebaikan bagi orang yang mengeluarkan zakat…
Imam Assyafi’i rahimahullahu ta’ala lebih suka jika seseorang berdoa dengan:
آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا وَبَارَكَ اللهُ فِيْمَا أَبْقَيْتَ ...
 “semoga Allah memberikan pahala untukmu terhadap apa (zakat) yang kamu berikan, semoga zakat ini juga sebagai pembersih untukmu, dan semoga Allah memberikan berkah terhadap harta yang masih tersisa” .
8)     Hikmah di wajibkannya zakat fitrah
Adapun hikmah di wajibkannya zakat fitrah ini adalah sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya yang di riwayatkan dari Ibnu Abbas di atas adalah sbb:
a)  Di lihat dari sisi orang yang berpuasa dan berzakat, bahwa dengan zakat fitrah ini akan membersihkan diri dari dosa dan perbuatan keji serta sebagai penyempurna dari puasa yang sudah di lakukannya selama sebulan penuh, karena dalam tabi’atnya manusia sekalipun dalam keadaan berpuasa kadang kala masih berbuat hal-hal yang tidak di benarkan oleh syara’ seperti berkata kotor, berdusta, hasud dan dengki antar sesama dsb. Oleh karena itu zakat fitrah ini datang sebagai pengganti dan penyempurna terhadap hal-hal yang masih kurang, terlebih-lebih ketika dalam pelaksanaan puasa penuh dalam bulan ramadhan.
Dalam hal ini Imam Waki’ Ibnu al-Jarroh rahimahullahu ta’ala pernah berkata :
زَكَاةُ الفِطْرِ لِشَهْرِ رَمَضَانَ كَسَجْدَةِ السَّهْوِ لِلصَّلاَةِ , تجْبرُ نقْصَانَ الصَّوْمِ كما يجْبرُ السُّجُودُ نُقْصَانَ الصَّلاَةِ .
“Perumpamaan zakat fitrah ini terhadap bulan ramadhan seperti sujud sahwi terhadap ibadah shalat, yang mana dengan zakat fitrah ini akan menyempurnakan kekurangan yang terjadi ketika berpuasa sebagai mana halnya sujud sahwi menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam shalat”. 
b)   Di lihat dari kemaslahatan ummat, bahwa dengan mengeluarkan zakat fitrah ini meruapakan bukti kepedulian antar sesama muslim, terlebih-lebih terhadap faqir miskin yang sangat membutuhkan uluran tangan sesama muslim yang lain, dari sini di ketahui bahwa seseorang yang enggan mengeluarkan zakat sungguh sifat kasih sayang dan perhatiannya sangat kurang terhadap sesama muslim, padahal islam sangat mengajarkan sifat perhatian dan kasih sayang antar sesama apalagi terhadap sesama muslim. Maka tidak heran jika banyak ayat-ayat maupun hadits Rasulullah SAW yang mengingatkan akan dosa dan sikasa yang akan di dapatkan nanti akibat enggan terhadap kewajiban berzakat.
c)    Kita ketahui bahwa hari raya idul fitri adalah hari kemenangan dan hari kebahagiaan buat kaum muslimin setelah berhasil selama sebulan  penuh melaksanakan ibadah puasa pada bulan ramadhan, akan tetapi kebahagiaan di sini kemungkinan besar tidak di dapatkan oleh orang faqir dan miskin melihat kekurangan yang ada pada diri mereka, berbeda halnya dengan kebahagiaan  yang di dapatakan oleh orang yang memiliki kebutuhan cukup atau orang mampu lainnya, oleh karena itu kewajiban berzakat  fitrah ini adalah merupakan solusi syari’at untuk mewujudkan kebahagiaan yang merata kepada kaum muslimin seluruhnya.
Dengan maksud iniilah Rasulullah SAW pernah bersabda :
( أغنوْهُمْ فِى هَذَا اليَوْمِ ) الحديث
“ Cukupilah kebutuhan mereka pada hari ini…!!”

Wallahu ta'ala A'lam wa Ahkam…..
والحمد لله رب العالمين....
Jazakumullah khoirol jazaa'…. Wal 'afwu minkum…
v Makkah al-Mukarramah 
    Jum’at : 24 Ramadhan 1431 H / 3 September 2010 M.